Pedih hati rasanya melihat kelinci manis di tengah hutan
Pilu hati melihat burung imut di dahan pohon mematikan
Tapi itu aturan yang telah ditetap'kan
Semuanya telah sesuai aturan
Tak terbayang jika kelinci berjalan di trotoar jalan
Sangat membingungkan melihat burung tidak di pohon
Dua kemustahilan, dua kebinasaan
Kar'na itu bukan aturan yang ditetapkan
Jauh dari kata dekat, jika manusia hidup dalam air
Jauh dari kata dekat, manusia hidup tanpa aturan...
Rumit, banyak aturan manusia yang tak memiliki kejelasan
Menggurat kebingungan dalam pikiran
Buah dari kebingungan adalah penindasan...
Terutama terhadap perempuan
Apapun cuaca hatinya, mereka selalu tertekan
Hubungan, ritual tumbal, peperangan, dan penyebab kesialan
Tertulis dalam batu sejarah, itulah yang terjadi
Memilukan...
Berakar dari ribuan kisah pilu dalam sejarah menyakitkan
Muncul gerakan "Feminisme" untuk menyatukan...
Untuk mencegah hak-hak mereka diratakan
Tapi sayang sejarah buruk kembali terulang
Banyak perempuan yang salah mengartikan
Membuat gerakan mulia ini, jadi menyebalkan
Tak ada yang bisa dipetik dari kekesalan, kecuali peperangan...
Peperangan antara jenis kelamin
Penyebab ini hanya satu, hanya argumen yang melenceng...
Tumbuh berjamur argumen yang menyudutkan pria
"Para prialah penyebab penindasan perempuan"
Itulah cara pandang yang tak layak dipandang
Garis halus lembaran sejarah memang menguntungkan pria
Tapi bukan berarti mereka bermagsud sengaja
Tapi memang kebetulan terbawa angin naik singgasana
Jadi sangat tak pantas menuduh pria penyebab penindasan
Semua laki-laki tak sama
Tak semua laki-laki seburuk dalam cerita sejarah
Karena hati sayapun pilu, mendengar kisah...
Kisah ketidak adilan selama berabad-abad lamanya
Feminisme gerakan untuk kesetaraan dalam hak kemanusiaan
Bukan senjata tajam untuk menyudutkan
Senjata itu harusnya menusuk ketidak adilan
Bukan para pria secara keseluruhan
Saya pria, nama saya Angga Nur Salim
Penulis puisi ini dan pengecam ketidak adilan
Saya pria dan mendukung gerakan feminim
Menurut artian, berarti saya feminisme
"Bukan perempuan...
"Tapi menolak ketidak adilan!"
Gambaran Feminisme Tak Selalu Perempuan dalam Puisi "Feminisme"
Deskripsi Puisi "Feminisme"
Puisi "Feminisme" dimulai dengan pengamatan tentang tatanan alami dunia sebagai kontras terhadap kekacauan "aturan" manusia yang seringkali tidak jelas, yang pada akhirnya memicu penindasan, terutama terhadap perempuan. Penulis mengakui munculnya feminisme sebagai respons terhadap sejarah kelam penindasan ini, namun ia juga menyayangkan bagaimana gerakan mulia ini terkadang disalahartikan menjadi serangan terhadap pria. Sebagai Angga Nur Salim, seorang pria dan penulis puisi ini, ia menegaskan bahwa tidak semua pria bertanggung jawab atas penindasan sejarah, dan ia menyatakan dukungannya terhadap feminisme sejati sebagai gerakan untuk kesetaraan hak asasi manusia, bukan sebagai alat penyudut, mengukuhkan dirinya sebagai seorang feminisme yang menolak ketidakadilan.
Kecantikan Puisi "Feminisme"
Pesan Puisi "Feminisme"
Melalui puisi "Feminisme" saya Angga Nur Salim, seorang penulis, mengajak Anda untuk melihat bahwa seperti alam yang memiliki tatanan, manusia pun perlu aturan yang jelas agar tidak berujung pada penindasan, terutama terhadap perempuan. Saya ingin menyampaikan kepedihan atas sejarah kelam penindasan yang memunculkan gerakan feminisme, sekaligus menyayangkan jika gerakan ini disalahartikan menjadi penyudutan terhadap kaum pria. Sebagai seorang pria, saya menegaskan bahwa feminisme seharusnya menjadi gerakan kesetaraan hak asasi manusia, bukan senjata untuk menyerang pihak lain, dan saya mendukung penuh perjuangan melawan ketidakadilan ini.
Alasan Terciptanya Puisi "Feminisme"
Pusi ini dibuat sebagai penepatan janji di puisi sebelumnya "https://keinginantulis27.blogspot.com/2025/06/puisi-lelaki-tak-bercerita.html"
#PuisiFeminisme, #KesetaraanGender, #Antipenindasan, #SastraPerlawanan, #SuaraPriaFeminis, #PuisiIndonesia, #LiterasiIndonesia, #KaryaSastra, #PerjuanganPerempuan, #BukanAntiPria
Komentar
Posting Komentar