Langsung ke konten utama

Unggulan

Puisi "Tanda Telunjuk"

 Tanda Telunjuk Menulis, bukanlah sebuah paksaan Tapi, hidup memaksa manusia mengikuti aturan Sehebat, apapun telunjuk kekuasaan tetap menunjuk Kebangkitan, dan kematian menjadi petunjuk Telunjuk-telunjuk, hiudup dalam 2 tekanan Telunjuk, penguasa dan kekuasaan Perintah, memiliki kekuatan yang bisa memaksakan Penguasa, selalu tak suka perintahnya dipatahkan Telunjuk-telunjuk, memiliki kesamaan Tetapi, beda dalam artian Perintah, telunjuk ilahi yang Disucikan Kuat, dalam perintah bagai kepercayaan Cara Baca Puisi "Tanda Telunjuk" Untuk meningkatkan sensai membaca puisi ini, coba geser tanda koma dengan aturan berikut: 1. Setiap bait memiliki baris yang dihitung dari 1 dampai empat 2. Geser tanda koma sesuai baris dimana tanda koma itu berada ke dalam nomor kata yang sama nomor baris, contoh: bila tanda koma berada di baris kedua, maka geser tanda koma ke kata nomor 2. Penulis Puisi "Tanda Telunjuk" Nama: Angga Nur Salim Dibuat pada: Rabus, 23 Juli 2025, kota Bandung,...

Puisi "Memaki Tembok"

 Memaki Tembok

Setelah melakukan semua dengan baik
Kini ku seperti kura-kura yang terbalik
Aneh rasanya, seperti dikhianati pepatah sendiri
"Proses ta'kan mengkhianati hasil" 

Haaah
Ini dan itu telah kulakukan, bosan telah kulewati
Rintangan silih berganti, dan aku tetap disini
Bukannya tak suka rintangan, tap ah sudahlah

Menunggang kuda disaat seperti ini, rasanya ingin...
Memaki sesuatu
Bukan kuda yang tak cepat, tapi ekspetasi membenturku
Melihat berita, rasanya ingin memaki pria berpeci dengan jus apel di tangan

Tapi tak jadi...
Kar'na tak mengubah apapun
Ingin rasanya ku memaki situasi, tapi tak jadi
Kar'na akan tetap seperti ini

"Terus aku harus apa!"

"Memaki Tembok?"

Struktur Puisi "Memaki Tembok"

Deskripsi Puisi "Memaki Tembok"

Puisi "Memaki Tembok" ini menggambarkan frustrasi mendalam seseorang yang merasa telah berusaha maksimal ("Setelah melakukan semua dengan baik") namun menghadapi kenyataan yang pahit, seperti "kura-kura yang terbalik" atau dikhianati pepatah bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil. Penulis mengungkapkan rasa jenuh dan kecewa karena rintangan yang terus-menerus muncul tanpa perubahan signifikan pada keadaannya. Meskipun ada dorongan kuat untuk melampiaskan kekesalan pada orang lain atau situasi, kesadaran bahwa hal itu tidak akan mengubah apapun akhirnya membawa pada pertanyaan retoris dan putus asa: "Memaki Tembok?"—sebuah metafora untuk melampiaskan amarah pada sesuatu yang tidak responsif dan tidak membawa solusi.

Isi Tembok Puisi "Memaki Tembok"

Pesan Puisi "Memaki Tembok"

Puisi "Memaki Tembok" menyampaikan pesan tentang keputusasaan dan frustrasi yang dialami seseorang ketika usaha keras tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Ini menyoroti beban emosional saat seseorang merasa terjebak dalam situasi yang tidak berubah, meskipun telah melewati berbagai rintangan. Pada akhirnya, puisi ini menggambarkan pergulatan batin antara keinginan untuk melampiaskan amarah dan kesadaran bahwa hal tersebut seringkali tidak efektif, meninggalkan pertanyaan pilu tentang bagaimana menghadapi kebuntuan yang terasa seperti "memaki tembok."

Ini termasuk "puisi di belakang layar" karena berisi keluh kesah saya sendiri sebagai penulis. Untuk karya lainnya bisa cek di "Keinginantulis27.blogspot.com" terimakasih.

#ProsesKreatif, #KeluhKesahPenulis, #FrustrasiMenulis, #JatuhBangunMenulis, #SeniMenulis, #PengalamanPenulis, #DibalikKarya, #PerjuanganSeniman, #RealitaPenulis, #EkspresiDiri


Komentar

Postingan Populer