Langsung ke konten utama

Unggulan

Puisi "Tanda Telunjuk"

 Tanda Telunjuk Menulis, bukanlah sebuah paksaan Tapi, hidup memaksa manusia mengikuti aturan Sehebat, apapun telunjuk kekuasaan tetap menunjuk Kebangkitan, dan kematian menjadi petunjuk Telunjuk-telunjuk, hiudup dalam 2 tekanan Telunjuk, penguasa dan kekuasaan Perintah, memiliki kekuatan yang bisa memaksakan Penguasa, selalu tak suka perintahnya dipatahkan Telunjuk-telunjuk, memiliki kesamaan Tetapi, beda dalam artian Perintah, telunjuk ilahi yang Disucikan Kuat, dalam perintah bagai kepercayaan Cara Baca Puisi "Tanda Telunjuk" Untuk meningkatkan sensai membaca puisi ini, coba geser tanda koma dengan aturan berikut: 1. Setiap bait memiliki baris yang dihitung dari 1 dampai empat 2. Geser tanda koma sesuai baris dimana tanda koma itu berada ke dalam nomor kata yang sama nomor baris, contoh: bila tanda koma berada di baris kedua, maka geser tanda koma ke kata nomor 2. Penulis Puisi "Tanda Telunjuk" Nama: Angga Nur Salim Dibuat pada: Rabus, 23 Juli 2025, kota Bandung,...

Puisi "Mengapa Mencari Cacing Tanah?"

 Mengapa Mencari Cacing Tanah?

Gambar dibuat AI
Puisi "Mengapa Mencari Cacing Tanah?"
Taman harta di langit telah terbuka lebar
Uangnya merebah ruah ke lantai batu dan tanah
Tiap tetesnya berbuah menjadi rumah
Namun waktu yang berhembus telah memudarkannya

Berubah menjadi rumah cacing tanah
Rumah bagi para harta yang telah mati
Mati karena penyakit, mati karena tua, dan mati menjadi bedebah
Dan itu menu favorit para cacing tanah untuk dinikmati

Serpihan cerita telah meluapkan air amarah dan kekecewaan
Surat demi surat dilayangkan untuk untuk mencaci cacing di dalam tanah
Tapi sebagian hewan tetap tergoda kemewahan
Mereka lera berukar nyawa demi cacing dalam tanah

Dan sekarang...
Lihatlah tanah disekitar...
Penuh dengan batu nisan yang telah usang...
Menambah cerita lama yang berputar

Gambar dan Rasa Cacing Tanah dalam Puisi "Mengapa Mencari Cacing Tanah?"

Puisi "Mengapa Mencari Cacing Tanah?" secara lugas namun puitis menguak tabir keserakahan dan korupsi yang merajalela, di mana harta yang didapatkan dengan cara kotor ("cacing tanah") pada akhirnya akan membusuk dan membawa kehancuran. Melalui metafora yang tajam, puisi ini menggambarkan bagaimana kemewahan sesaat dapat berujung pada penderitaan dan penyesalan abadi, meninggalkan jejak "batu nisan yang usang" sebagai pengingat akan konsekuensi fatal dari nafsu duniawi yang membutakan. Ini adalah sebuah cerminan getir tentang kehancuran moral yang diakibatkan oleh pengejaran harta tanpa batas.

Baca karya lain di: https://keinginantulis27.blogspot.com/2025/06/puisi-calon-masa-lalu.html
Gambar dibuat AI

#PuisiKritikSosial, #AntiKorupsi, #MaknaHidup, #RenunganHidup, #SastraIndonesia, #PuisiKontemporer, #BahayaKeserakahan, #KaryaSastra, #PesanMoral, #SastraKritis

Komentar

Postingan Populer